Humaniora

Jasa Lingkungan,  Partisipasi Publik Menjaga Lingkungan (2)

Pepohonan yang ditanam dari dana jasa lingkungan sangat terjaga dengan baik. Hampir setiap hari, Alimudin, salah seorang ketua kelompok penerima manfaat jasa lingkungan mengontrol tanamannya.

*****

Alimudin jalan tertatih saat mengantar koran ini ke salah satu lokasi penghijauan, tak jauh dari rumahnya di kampung Pengkulur Dusun Batu Asak Desa Buwun Sejati Kecamatan Narmada. Melewati areal persawahan hijau, dikelilingi beberapa pohon sengon, gamelia, Alimudin dengan lancar menjelaskan asal muasal pohon di beberapa pematang sawah itu.

“Sebelum ada jasa lingkungan, kami juga sudah menerima program langsung dari PDAM,’’ katanya menunjukkan pepohonan yang berbaris di sepanjang aliran irigasi.

Mata air yang dituju itu berupa pancuran. Dari arah gundukan, air muncul dari sela-sela batu. Cukup deras semburannya. Padahal lahan di atasnya tidak terlalu luas. Pun begitu dengan pepohonan belum semuanya lebat. Pohon-pohon itu, kata Alimudin, kelak akan tetap menjaga mata air yang dimanfaatkan warga Buwun Sejati.

“Kalau pohon dari jasa lingkungan ada di dalam kawasan, itu menjadi sumber semua mata air di kawasan Sesaot, termasuk mata air yang kami gunakan,’’ katanya menunjuk ke arah pegunungan.

Lahan yang dimaksud Alimudin adalah salah satu kawasan kritis yang menjadi perhatian WWF Indonesia-Program Nusa Tenggara. Lahan yang menjadi tanggungjawab Alimudin bagian dari 650 hektare lahan yang sudah direhabilitasi selama program jasa lingkungan berjalan. Sebagai salah satu ketua blok di lokasi rehabilitasi, Alimudin bertanggungjawab terhadap 50 hektare lahan. 25 hektare lahan itu kini sudah ditanami aneka pohon yang sumber dananya dari jasa lingkungan.

“Bukan hanya air berkelanjutan yang saya pikirkan, tapi juga uang yang saya gunakan adalah sumbangan pelanggan. Kami di hulu juga perlu menjaga kepercayaan,’’ katanya.

Itulah sebabnya, kata Alimudin, sebagai penerima program jasa lingkungan dia sangat detail soal laporan. Sebagai bukti lahan yang dia tanam itu memang ada, dia memiliki peta yang jelas. Di peta yang menjadi sasaran program jasa lingkungan, ada 22 blok. Dari 22 blok itu luas lahan 928 hektare. Lahan itu tempat bergantung 1.208 Kepala Keluarga (KK).

“Saya sebenarnya ingin suatu saat pelanggan PDAM dari Kota Mataram dan Lobar yang membayar iuran jasa lingkungan kami ajak jalan-jalan ke lokasi daerah penghijauan dari uang mereka. Biar lebih percaya dan sadar bahwa kami memang merawat hutan untuk air yang mereka nikmati,’’ katanya.

Data WWF Nusa Tenggara, dana jasa lingkungan yang terkumpul sejak tahun Januari 2010-Juni 2013 sebesar Rp 1.915.057.016. Dari dana ini, masuk menjadi penerimaan daerah sebesar 25 persen atau Rp 478.764.254. Sementara 75 persen atau Rp 1.320.669.200 dikelola oleh Institusi Multi Pihak (IMP). IMP ini adalah lembaga pelaksana program jasa lingkungan. Kini dana itu sudah dimanfaatkan oleh 24 kelompok di 12 desa.

“Proposal yang masuk dari masyarakat nantinya diverifikasi oleh IMP,’’ katanya.

IMP juga perlu melakukan tinjauan lapangan agar lahan yang akan direstorasi dari dana jasa lingkungan tidak tumpang tindih dengan program lainnya. Dengan cara ini, program pemerintah dan jasa lingkungan akan saling menguatkan satu sama lain. Sasaran program bisa lebih luas.

Sebagai lembaga pelaksana program, IMP sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Walaupun IMP berkedudukan di Lombok Barat, Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram yakin pemanfaatan dana dari Pemkot dimanfaatkan dengan baik.

Lantaran perda nomor 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan milik Lombok Barat, perda itu tidak bisa digunakan menarik iuran jasa lingkungan di Kota Mataram. Itulah sebabnya, sebagai kompensasi program jasa lingkungan itu, Pemkot Mataram menganggarkan Rp 500 juta per tahun. Jadi, pelanggan PDAM di Kota Mataram tidak dipungut iuran jasa lingkungan sebesar Rp 1.000 per bulan.

Dengan mekanisme seperti ini, Pemkot Mataram telah menunjukkan perannya dalam menjaga kelestarian lingkungan hulu untuk warga kota Mataram. Dana ini juga sebagai bentuk mengikat hubungan batin antara warga hulu dengan warga Kota Mataram.

Lalu, apakah dana jasa lingkungan yang ditarik dari pelanggan Lombok Barat dan dana kompensasi dari Kota Mataram masih tetap dianggarkan hingga saat ini ?

 

Previous post

Beriuk Maju, Jaya Bersama Usaha Tempe

Next post

Jelajah Literasi ke Pedalaman Sumbawa

Fathul Rakhman

Fathul Rakhman

No Comment

Leave a reply