InspirasiTeaser

Kesejukan Ponpes Ulil Albaab NW Gegek

Ketika menjadi reporter di awal 2008 ada dua madrasah yang cukup melekat di hati . Yang pertama adalah SMK NW “Bajang” Ajan. Saya yang mengusulkan nama Bajang itu. Saat itu para pengelola madrasah masih muda. Masih jomblo.

Madrasah kedua adalah Ponpes Ulil Albaab NW Gegek. Awalnya saya datang liputan karena sekolah ini mendapat penghargaan nasional di bidang pertanian.

Bermain ke Ponpes ini, rasanya adem. Saya mencari kira-kira apa yang membuat rasa nyaman itu. Beberapa saya dan beberapa rekan membuat kegiatan di Ponpes ini. Akhirnya kesimpulan saya, rasa nyaman itu karena pengelola Ponpes yang terbuka.

Di Ponpes ini bisa menggelar kegiatan seni, yang bagi sebagian lainnya musik pun dianggap haram. Bahkan sebuah kampus di NTB ini ada yang membatasi kegiatan mahasiswa hanya untuk kegiatan keagamaan, itu pun harus sesuai mazhabnya. Tapi di Ponpes ini siapa pun bisa masuk. Seniman kondang seperti kang Ary Juliant pun pernah diundang manggung. Musik Gendang Beleq pun diundang jika ada hajatan besar atau menyambut tamu.

**

Diskusi dengan para santri Ponpes Ulil Albaab NW Gegek

Saya melihat keterbukaan ini karena para putra pendiri pondok yang berpikiran terbuka. Adalah para putra TGH Lalu Surpalan yang membuka dengan dunia luar. Para putranya kuliah di Jawa. Belajar di pesantren salafi sekaligus menimba ilmu umum. Ada juga di Unram. Gabungan pelajaran pondok dan umum, termasuk pergaulan dengan para intelektual di Jawa membuat mereka terbuka mengembangkan pondok.

Jika ada tawaran kegiatan yang dinilai positif, pasti diambil oleh pondok. Kegiatan literasi adalag favorit pondok. Termasuk kadang agak aneh juga, ketika kegiatan literasi media digital. Padahal anak-anak di pondok dibatasi aksesnya.

Ya anak-anak di pondok ini tetap tak bisa memegang HP. Tetap tak bisa bebas nonton TV. Tapi jika itu pelatihan bikin film, pelatihan teater, pelatihan untuk media digital pasti disetujui. Pondok menyediakan fasilitas yang cukup. Komputer, alat-alat rekam, dan fasilitas internet. Ada batasannya.

Ngaji pondok juga tetap dilakukan. Setelah selesai sholat lima waktu. Tapi jika ada kegiatan literasi – misalnya saja – mereka boleh izin. Meninggalkan pelajaran pondok itu. Demi pelajaran lainnya. Yang kelak mereka butuhkan untuk menghadiri hidup yang keras.

*
Pondok ini termasuk terdampak gempa Lombok Agustus 2018. Banyak rumah di sekitar Periang, Pringgajurang, Pesanggrahan yang rusak. Ruangan lantai II pondok rusak parah. Termasuk perpustakaan. Dulu banyak buku. Tapi ketika gempa tak ada yang berani naik. Akhirnya sebagian rusak karena panas dan hujan. Cukup lama ada yang berani naik merapikan peralatan di lantai II itu.

Untuk ruang kelas darurat, pihak pondok membangun berugak. Mereka punya lahan kolam yang cukup luas. Di samping kolam itu dibangun beberapa berugak. Awalnya aneh juga belajar di berugak. Tapi lama kelamaan terasa lebih adem. Apalagi rimbun pepohonan, suara gemericik air dari kolam dan suara dari sungai di bawah kolam. Akhirnya keputusan diambil membangun fasilitas berugak yang lebih banyak. Lebih banyak berugak. Lama kelamaan para siswa dan guru merasa lebih betah belajar di berugak. Mereka menuntut pembelajaran lebih banyak di berugak. Tapon tentu saja laboratorium tetap di bangunan lama. Karena beberapa perlengkapan tidak boleh terlalu lama di tempat terbuka.

**

Suasana asri di Ponpes Ulil Albaab NW Gegek membuat betah para santri

Para siswa memiliki kewajiban membersihkan lingkungan pondok. Lingkungan itu termasuk jalan raya umum di depan pondok. Termasuk sungai yang melintas. Lihatlah jalan aspal yang bersih. Seperti itulah gambaran kebersihan di lingkungan pondok.

Tapi TGH Lalu Suparlan resah. Aksi bersih yang dilakukan ini tidak menyelesaikan masalah. Mereka bekerjasama dengan warga : membangun semacam tempat pembuangan sementara (TPS). Sampah berupa botol plastik dan kardus diambil oleh “panci robek”. Tapi sampah lainnya dibiarkan. Dikurangi dengan cara dibakar. Ini tidak baik bagi lingkungan.

Para pengelola pondok ditugaskan untuk belajar ” Zero Waste”. Tidak sekadar mengambil botol dan kardus semata. Kini mereka sedang memikirkan bagaimana benar-benar bisa zero waste. Dan jika itu berhasil mereka mau mengajak masyarakat di sekitar pondok.

Previous post

KEKALAHAN MAKMUR SAID

Next post

Geopark Rinjani Kerja Sama dengan Geopark Lushan China

Fathul Rakhman

Fathul Rakhman