LeisureTeaser

Labuhan Kuris dan Pulau Medang Butuh Empati Pemerintah

Rusdianto Samawa

Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari Labuhan Kuris dan Pulau Medang

Terpana melihat situasi dan kondisi masyarakat pesisir Labuhan Kuris dan Pulau Medang. Dua daerah ini, sinyal handpone sangat sulit sekali. Pulau Medang sangat eksotik. Namun, masih tertinggal dari pulau lain. Pulau Medang tidak kalah potensi sumber daya kawasannya. Pulau Medang perlu sentuhan pembangunan air bersih dan empati kebijakan pemerintah.

Begitu juga Labuhan Kuris, sinyal handpone hanya satu garis. Kadang mode kosong. Zaman modernisasi seperti pertanda pesisir Sumbawa belum menikmati 1G, 2G, 3G dan 4G. Apalagi 5G. Sungguh terlena.

Maka, perlu ada konsep Smart City yang sepenuhnya penguasaan teknologi informadi untuk konektivitas seluruh pesisir Sumbawa. Bayangkan, saya pernah tahun 2013 berkunjung pertama ke Labuhan Kuris, dirumah seorang sahabat aktivis petani bernama: “Fitri Burhanudin” Alumni Peternakan Unram tamatan 2010.

Rumahnya, tepat dipesisir pantai, saya harus menempel handpone tipe blackberry pakai sandal skyway dan kabel menjulang keatas uluran bambu keatap rumah. Diujung bambu di ikat antena parabola atau antena tv kabel. Tentu, berfungsi pencarian sinyal. Tentu sinyal dapat masuk, anehkan.

Tentu, pencarian sinyal ala kadar ini dapat menyambung komunikasi antar sesama. Tetapi, yang mengherankan saya, sekarang tower Telkomsel terpasang sekitar Lape Lopo, ada juga tower XL yang dekat Labuhan Kuris. Tetapi sinyal masih satu garis atau tak ada sama sekali.

Perahu nelayan sandar di pelabuhan di Pulau Medang. Pulau ini terkenal sebagai kampung nelayan penangkap tuna

Ini yang membuat saya bertanya – tanya, ada apa dengan pesisir Sumbawa. Kok, zaman datu pale semit yang lalu bisa tersambung hanya karena sandal skyway dan perantara antena tv. Sementara sekarang, zaman proyek tower menjulang keatas 100 meter keatas, hingga kita tak bisa mendongak keatas, saking tingginya. Tetapi, masih saja sinyal tak dapat-dapat.

Tentu, jelas bahwa konsep program Mahadesa dan digitalisasi ekowisata pesisir Sumbawa, diantara 71 Desa Pesisir Sumbawa dan 15 Pulau diwilayah Selatan dan Utara. Berharap dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat pesisir.

Keduanya: Pulau Medang dan Labuhan Kuris menjadi kebutuhan atas upaya pembangunan infrastruktur diwilayah pesisir sesuai regulasi RTRW dan Zonasi Kawasan Pesisir. Dari potensi 71 Desa dan 15 Pulau itu harus terkoneksi sehingga pola pembangunan terintegrasi antar desa, misalnya pengembangan dan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), belum ada sama sekali.

Padahal penting sekali penciptaan peluang pasar-pasar tradisional pesisir dengan konsep berbasis Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan upaya serius pemerintah untuk merevitalisasi kawasan masyarakat pesisir.

Dengan sistem digitalisasi saat ini, memerlukan peranan Bigdata yang diperoleh dari input informasi pasar tradisional pesisir yang akan membantu dalam hal managing Supply & Demand yang menjadi faktor utama bagi perencanaan pembangunan industri lokal berbasis demand (kebutuhan pasar).

Pembangunan masyarakat pesisir Sumbawa menekankan tiga prinsip dasar utama, yakni: Pertama, kesetaraan antar generasi (intergeneration equity). Kedua, keadilan sosial (social justice) dalam kesenjangan akses dan distribusi sumberdaya alam secara intragenerasi untuk mengurangi kemiskinan. Ketiga, adanya tanggung jawab dan transformasi knowledge yang menjamin pergeseran geografis dampak ekologi sehingga meminimalisir konflik komunal.

Ketiga hal diatas, tentu bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi (digitalisasi) yang mempengaruhi seluruh kehidupan masyarakat, mau tidak mau harus di integrasikan dalam pembangunan Sumbawa kedepannya. Makanya, akan berkembang Sumbawa ketika dikelola secara inovatif dan cerdas (smart city) berbasis digital pada masyarakat pesisir sehingga tidak mengalami ketertinggalan.

Sebenarnya sejak 2019, Pemprov NTB bekerjasama dengan MAHADESA mengembangkan pembangunan ekonomi daerah pesisir dengan menjadikan perusahaan daerah baik BUMD Propinsi, Kabupaten, hingga BUMDES, sebagai pelaku langsung yang menggerakkan seluruh potensi bisnis yang ada di pesisir itu sendiri.

Mengapa? Supaya tidak menimbulkan defisit sosial-budaya (konflik dan intoleransi), ekonomi (kesenjangan dan kemiskinan), dan ekologi (kutukan sumber daya alam dan tragedy of common) sehingga perpindahannya tidak memproduksi masalah baru yang lebih kompleks.

Kabupaten Sumbawa memiliki keunggulan posisi strategis. Pertama, secara umum Kabupaten Sumbawa mempunyai potensi Sumberdaya Kelautan – Perikanan, seperti Lobster, Ikan Pelagis Besar – Kecil, Kepiting, Kerang, Rumput Laut, Ubur-Ubur dan lainnya. Sehingga pemerintah membutuhkan konsep Smart City berbasis teknologi dalam mengelola ini.

Rumah penduduk di muara Labuhan Kuris. Daerah ini salah satu pintu masuk ke kawasan Teluk Saleh

Apalagi potensi Sumbawa dalam berbagai riset perairan sangat cocok dalam pengembangan budidaya ikan, lobster, udang, kepiting dan rumput laut. Sudah saatnya Kabupaten Sumbawa mengelola hasil kelautan – perikanan melalui proses memodernisasi: teknologi dan digitalisasi infrastruktur kenelayanan.

Kedua, letak Sumbawa berimpitan dengan jalur pelayaran internasional yakni alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) II yaitu Selat Makassar. ALKI II melalui Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Jika Sumbawa kedepan memiliki Pelabuhan Tanjung Santong Kecamatan Plampang, amat strategis sehingga statusnya dinaikkan sebagai hubport laut internasional terbesar di 3 Provinsi: Bali, NTB, NTT. Tujuannya, memudahkan lalu lintas arus barang dan jasa dari dan keluar negeri tanpa mesti melalui daerah ketiga, semacam Bali dan Surabaya.

Sebuah infrastruktur ekonomi diterjemahkan oleh Mahadesa sebagai sebuah framework yang ditopang oleh keberadaan beberapa hal penting yang wajib ada di daerah tersebut. Hal-hal tersebut meliputi: 1). Jaringan Penjualan dan Distribusi; 2). Akses Supply Chain dan Demand; 3). Akses Financing dan Perbankan; 4). Resource dan Kualitas Sumber Daya Manusia; 5). Sistem Digital Managemen Bisnis; 6). Bigdata Market (Supply dan Demand); 7). Pada prinsipnya, infrastruktur ekonomi daerah terbagi menjadi 2 yakni Infrastruktur Ekonomi Fisik dan Infrastruktur Ekonomi Digital.

Kabupaten Sumbawa bakal menjadi pusat pertumbuhan gravitasi ekonomi maritim kawasan 3 Provinsi: NTB, NTT dan Bali. Pasalnya, berbatasan dengan Sulawesi Selatan, NTT, dan Australia. Ditambah lagi wacana membuka jembatan Tol Laut Tano – Kayangan yang menghubungkan Lombok dan Sumbawa. Otomatis bakal mengakselerasi ekonomi Sumbawa yang berbasiskan kelautan (perikanan, industri maritim, dan wisata bahari). Sangat strategis bagi pemerintah Kabupaten Sumbawa dimasa mendatang.

Ketiga, Sumbawa telah memiliki infrastruktur yang memadai. Di antaranya industri pengolahan ikan, industri rumput laut, industri pakan dan lainnya. Pemerintah Kabupaten Sumbawa perlu mendorong industrialisasi pada Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk menampung kebutuhan pasar domestik dan internasional.

Sehingga mempercepat ekspor hasil kelautan dan perikanan yang nantinya melalui Pelabuhan Tanjung Santong, Teluk Santong. Apalagi ditambah perairan Teluk Saleh terdapat kawasan segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle) yang memiliki keanekaragaman hayati laut (ikan, terumbu karang) yang tinggi. Di daerah ini terdapat kawasan wisata bahari Pulau Depi Ai, Dewa Butil, Samota, Hiu Paus, Gili Rakit, Pulau Pink, Pulau Ular, Labangka, dan Pantai lainnya.

Keempat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa memiliki sumber produksi energi terbesar di Indonesia berupa Tambang dan gas alam (migas). Kabupaten Sumbawa nantinya tidak sulit memasok penyediaan energi listrik untuk kebutuhan industri (pengolahan dan maritim), bahan bakar transportasi, rumah tangga, perkantoran, dan infrastruktur teknologi digital.

Kelima, modernisasi alat penangkapan ikan, seperti kapal penangkapan ikan, air time, Vessel Monitoring System (VMS), Pelampung, mesin kapal, alat tangkap nelayan, Gross Tonnage kapal, pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) hingga kapalnya harus besar.

wisatawan menikmati sunset Teluk Saleh dari rest area Nanga Tumpu

Karena Teluk Saleh yang sangat luas, perlu kapal-kapal bertonnase besar sehingga nelayan bisa sejahtera dan ekonomi pesisir dapat dibangkitkan. Selain itu, juga di dorong oleh pembangunan infrastruktur tempat pelelangan ikan dan pengerukan muara-muara sandaran kapal.

Sumbawa juga memiliki habitat mangrove. Kekayaan biodiversitas ini merupakan destinasi wisata yang mesti dijamin keberlanjutannya. Maka wisata bahari bakal berkembang pesat.

Keenam, Sumbawa merupakan daerah multi-etnis, diantaranya Bugis, Jawa, Bima, Bali hingga orang asing. Bahkan suku-suku berbudaya maritim seperti Bajo dan Bugis mendiami wilayah pesisirnya. Namun, tak pernah terjadi konflik antar – etnik. Mereka beraktivitas dalam beragam kegiatan ekonomi. Mulai dari perdagangan, transportasi, jasa, nelayan, dan pembudaya ikan, petani perkebunan, pengusaha tambang, hingga aparat pemerintahan. Artinya, pertimbangan geokultural juga penting karena akan mempengaruhi dinamika dan interaksi sosial ekonomi dan politik yang berkembang di masa datang.

Ketujuh, daya dukung ekologinya masih relatif baik. Ini menandakan segala aktivitas penggunaan sumber daya alam di Sumbawa belum melampaui batas kapasitas alam. Meskipun bisa saja saat ini berubah sejak 1980-an. PR-nya adalah bagaimana mampu mempertahankan daya dukungnya agar tetap surplus meskipun nantinya ada pembangunan infrastruktur Sumbawa yang memadai.

Tentu, Labuhan Kuris dan Pulau Medang membutuhkan komitmen pembangunan dari pemerintah, sehingga wilayah pesisir NTB dapat terberdayakan dengan baik.[]

Previous post

Geopark Rinjani Kerja Sama dengan Geopark Lushan China

Next post

Potensi Perikanan Budidaya Sumbawa

Mayung

Mayung