Literasi Keberagaman Bersama Duta Damai NTB
Ini kali pertama saya berdiskusi – secara formal – dengan kawan-kawan Duta Damai NTB. Sejak awal kemunculan komunitas ini saya selalu ikuti informasi kegiatan-kegiatan mereka. Sejak proses pendaftaran, ikut menyebarkan informasi awal rekrutmen, hingga kemudian tumbuh dan berkembang banyak hal yang bisa ditarik pelajaran dari sebuah komunitas yang fokus pada isu-isu keberagaman ini.
Merangkul anak-anak muda yang aktif di media sosial dan komunitas masing-masing, wacana di komunitas ini cukup dinamis. Walaupun saya melihat masih banyak hal-hal yang harus dipelajari oleh kawan-kawan ini. Komunitas ini memang fokus pada kampanye keberagaman, anti radikalisme, tapi kurang mendalam mengakaji isu-isu keberagaman. Ini bisa dimaklumi karena latar belakang komunitas ini berasal dari organisasi-organisasi yang sebelumnya tidak aktif dalam melakukan kajian keberagaman. Mereka justru banyak aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial-pendidikan yang belakangan digandrungi anak-anak muda.
Tapi di sana kelebihannya. Karena bukan dari “organisasi aktivis”, mereka menjadi organisasi yang cair. Keberagaman latar belakang membuat komunitas ini mampu menghadirkan konten-konten yang segar. Apalagi beberapa diantara mereka adalah pekerja kreatif yang sudah khatam soal dunia kampanye media sosial, desain grafis, video, SEO, dll. Duta Damai NTB menjadi sebuah tim yang komplet untuk menjadi corong terdepan menyuarakan isu-isu keberagaman, isu-isu anti radikalisme, yang selama ini “dikavling” oleh para “aktivis” dan akademisi melalui berbagai proyek-proyek NGO.
Dalam diskusi malam ini, kami membahas tema nasionalisme, media, dan sastra. Tema yang sebenarnya berat. Apalagi moderator juga menohok dengan pertanyaan-pertanyaan yang singkat tapi perlu berpikir panjang untuk merangkai kata yang tepat. Mas Kiki berbicara tentang sastra dan perdamaian. Menurut sastrawan muda NTB ini, genre sastra yang berkembang justru bukan “sastra perdamaian” tapi “sastra anti perang”. Membicarakan indahnya perdamaian dari sudut pandang petaka akibat perang. Kiky memberikan contoh-contoh karya sastra yang lahir dari semangat melawan kebiadaban perang. Karya-karya itulah yang kemudian bisa melahirkan gerakan sosial untuk menolak perang.
Aprillah membahas tentang nasionalisme. Sebelum diskusi berlangsung, kami nonton bareng film dokumenter Indonesia Calling. Film dokumenter ini menceritakan tentang aksi boikot para buruh kapal di Australia. Saat ini Indonesia yang baru memproklamirkan kemerdekaannya terancam oleh invasi Belanda melalui Australia. Tentara Belanda akan berangkat ke Indonesia, membawa senjata, merebut kembali negara jajahan mereka. Saat itulah muncul gerakan para buruh kapal yang memboikot rencana Belanda itu. Mereka meninggalkan kapal, mogok kerja, dan menyuarakan dukungan pada Indonesia muda. Akhirnya, rencana invasi ulang Belanda itu gagal karena tidak ada satu pun kapal yang bisa berlayar.
Saya sendiri mendiskusikan tentang potret media dalam memberitakan isu-isu keberagaman dan bagaimana pengaruh media dalam membangun sentimen kelompok. Beberapa peristiwa di tanah air, termasuk di NTB juga masih melekat di ingatan publik, bagaimana media partisan turut serta membangun sentimen kelompok. Media ikut membelah publik. Di tengah mudah dan murahnya membuat media (digital), semakin luas konten-konten yang justru bisa memecah belah.
Dalam diskusi ini saya mengusulkan tiga hal kepada kawan-kawan Duta Damai NTB . Pertama, Cek Fakta. Duta Damai bisa memelopori untuk melakukan cek fakta terhadap isu-isu yang berkembang di NTB. Duta Damai bisa melakukan analisa, kajian, dan kemudian menyebarkan ke publik duduk perkara sebuah isu. Apakah isu itu benar, hoax, disinformasi. Cek Fakta ini bisa mencontoh yang dilakukan oleh Tirto.id. Kedua, Narasi Tandingan. Media yang memiliki kedekatan dengan kelompok tertentu kadang membelah publik menjadi kelompok pro-kontra. Saat inilah harus ada penengah, memberikan pendapat secara netral. Narasi tandingan ini juga bisa mengimbangi narasi-narasi yang dibuat oleh kelompok intoleran. Dengan kemampuan kawan-kawan Duta Damai membuat konten yang menarik, saya rasa aktivitas ini tidak terlalu sulit. Tinggal mendisiplinkan diri saja. Membaca dan mengaji sebuah isu lalu membuat narasi tandingan yang sesuai dengan garis perjuangan Duta Damai. Ketiga, Kolaborasi Media Mainstream. Bisa kerja sama delam membuat konten. Misalnya saja Duta Damai bisa membuat konten perdamaian dalam bentuk video, bekerja sama dengan TV lokal. Bekerja sama dengan radio untuk menkreasikan konten yang tepat untuk pesan-pesan perdamaian. Bekerja sama dengan koran dan media-media lokal di NTB. Bukan semata kerja sama dalam hal memberitakan kegiatan. Tapi kolaborasi dalam membuat konten. Tentu saja teman-teman media akan terbantu jika ada komunitas yang membantu mereka membuat konten.
Sukses selalu untuk Duta Damai NTB.
No Comment