Bermain Bareng Nemo di Gili Kondo
Gugusan Gili Kondo, Gili Bidara, dan Gili Petagan di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, belakangan mulai kesohor. Tiga pulau tidak berpenghuni tersebut tak pernah sepi saat hari libur. Pantai yang indah dengan pasir putih menjadi daya tarik bagi muda-mudi yang senang selfie. Tapi ada keindahan lain di gugusan pulau tersebut: bermain-main dengan ikan.
*****************
Hari masih pagi. Jalanan masih lengang. Orang-orang masih belum membuka pintu rumah. Warung makan belum juga buka sepanjang perjalanan. Rombongan kami beberapa kali berhenti mencari warung yang buka. Perjalanan dari Mataram cukup menguras tenaga. Perut belum terisi sejak pagi.
Akhirnya di salah satu warung, di Labuhan Lombok kami menemukan warung makan sederhana. Makanan masih panas. Mengganjal perut penting sebelum melanjutkan perjalanan ke kawasan gili yang berada di Desa Padak Guar, Kecamatan Sambelia itu. Apalagi perjalanan dari daratan menuju pulau itu memakan waktu 20 menit. Tak ada warung makan di pulau itu.
Sahabat kami, pemilik perahu, Pak Jef sudah menunggu sejak pagi buta. Lelaki dengan perawakan tinggi, berkulit hitam, dengan senyum tipis menyambut di pintu masuk menuju tempat sandar perahu. Padak Guar, tepatnya tak jauh dari lokasi pembangunan proyek listrik, beberapa nelayan melayani penyeberangan ke pulau itu. Tempat lainnya dari penyeberangan Gili Lampu atau dari Labuhan Lombok. Kami yang sudah beberapa kali menggunakan jasa Pak Jef memilih jalur Padak Guar itu. Jalur yang cukup dekat dengan Gili Kondo, dan memiliki tempat parkir kendaraan yang luas. Apalagi Pak Jef juga memberikan “bonus” istirahat singgah untuk membersihkkan badan di rumahnya.
Sementara Pak Jef menyiapkan perahu, kami berselonjor dan pemanasan. Salah seorang sahabat yang paling lengkap bawaan peralatan snorkeling dan kamera bawah lautnya paling sibuk. Semua kamera underwater harus dipastikan sudah penuh baterainya, memori kosong, dan tak ada celah terbuka. Sesekali mencoba selfie dengan tongsis yang sudah disiapkan.
Mesin perahu dinyalakan. Kami sudah tidak sabaran. Perjalanan kali ini, kami akan menjelajahi keindahan bawah laut di kawasan itu.
Spot pertama kami menuju Gili Petagan. Sebenarnya pulau kecil ini lebih tepat disebut hutan mangrove. Tak ada daratan. Hutan mangrove yang cukup lebat membentuk gugusan, saling menyambung dan terlihat seperti pulau. Tempat ini, menurut Pak Jef, tempat paling disenangi ikan nemo. Ikan lucu yang jinak ketika menyelam.
Sebelum menjajal keindahan bawah laut di sekitar Gili Petagan, kami disambut gugusan terumbu karang yang sehat. Air laut dangkal dan jernih membuat karang terlihat jelas. Seolah-olah perahu yang kami tumpangi akan menabrak karang itu. Raut wajah khawatir terlihat di wajah para penumpang. Bukan karena takut perahu terbalik, tapi takut karang rusak. Sebagai pengggemar snorkeling atau free dive, kami akan merasa berdosa jika sampai merusak terumbu karang.
“Bayangkan saja untuk tumbuh satu centimeter butuh bertahun-tahun. Tapi sangat mudah merusaknya,’’ kata kawan memberi wejangan agar rombongan berhati-hati ketika turun dari perahu.
Pak Jef, yang sebelumnya pernah bekerja di salah satu biro perjalanan wisata juga sadar pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang. Dia kini menggantungkan hidupnya dari usaha perahu yang mengantar wisatawan ke Gili Kondo. Jika terumbu karang lestari, berarti asap dapur di rumahnya akan tetap terjaga.
Pak Jef dan rekan-rekannya sesama pemilik perahu membuatkan tempat tambatan khusus, permanen di sekitar perairan yang kaya ikan itu. Beton diikat tali yang ditaruhkan pelampung sebagai penanda tempat menambat perahu. Kabar baiknya, tempat itu cukup dalam sehingga perahu tak akan menyentuh karang. Beton yang ditanam itu juga menjadi rumah baru bagi ikan.
Benar saja, begitu kami turun di tempat penambatan perahu, ikan warna warni sudah menyambut. Tak perlu beranjak jauh dari tempat menambat perahu, mata sudah dihibur dengan aneka ikan, dengan berbagai ukuran. Sayangnya diantara kami tidak ada yang tahu jenis ikan-ikan itu. Dan tujuan semua rombongan sepertinya sama : menemui nemo.
Ikan-ikan itu begitu jinak. Remah roti yang kami bawa menyelam diserbu. Kita bisa langsung memberikan makan ikan itu. Mereka tidak takut. Roti yang ditaruh di tangan pun dikejar. Mereka berebutan. Jika mau atraksi keren cobalah ini : masukkan remah roti dalam botol air mineral. Tahan nafas, menyelam, lalu hamburkan roti di sekitar tubuh anda. Anda akan dikepung ikan-ikan itu. Sensasi dikepung ratusan, bahkan ribuan ikan menjadi pengalaman paling seru dari snorkeling. Mata terhalangi memandangi terumbu karang, yang di beberapa titik berwarna warni.
Sejam tidak cukup untuk menjajal semua titik di sekitar Gili Petagan itu. Apalagi ketika sudah bertemu nemo. Ikan lucu yang makin dikenal lewat film Finding Nemo membuat popularitas ika yan besarnya tak lebih dari tiga jari ini melejit. Apalagi dia tinggal di perairan dangkal.
Nemo bersembunyi di balik tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas terumbu karang. Mereka ikan yang malu. Tapi ketika sudah diberikan makan, mereka akan mendekat. Bahkan kadang bisa dipegang. Di dalam sarang mereka bisa tinggal berdua, bertiga. Di tiap sarang itu jarang sendiri. Aksi mengintip, memunculkan badan, lalu sembunyi lagi menjadi sensasi bermain bersama nemo. Jika kuat menahan nafas bermenit-menit, rugi rasanya terlalu cepat berpisah dengan nemo. Mereka juga jinak, tak terganggu dengan benda, misalnya saja kamera underwater yang disimpan dekat sarang mereka. Nemo juga bisa diajak selfie. Tidak percaya ? Cobalah ke Gili Petagan.
Di kawasan Gili Petagan, Gili Bidara, Gili Kondo terdapat belasan titik snorkeling. Pemandangan bawah lautnya masih alami dengan terumbu karang yang sehat. Nelayan sekitar lebih banyak mencari ikan besar jauh dari sekitara pulau-pulau kecil itu. Lantaran ketiga pulau tersebut tidak berpenghuni dan tidak ada bangunan bungalow, restoran dan sejenisnya seperti di Gili Trawangan, lautnya tetap bersih. Hampir tidak ada yang mencemari. Itulah sebabnya hampir semua titik yang dangkal terjaga terumbu karangnya.
Beberapa kali kami pindah. Bermain bersama ikan-ikan, bertemu nemo. Kami juga mencoba free diving. Menyelam tanpa bantuan alat selam. Cukup mendebarkan. Menyelam hingga 5 meter lebih. Jika tidak terbiasa atau salah teknik, telinga bisa berdenging, bahkan bisa menyebabkan pingsan. Tapi ketika sudah tahu tekniknya, rasanya seperti terbang di dalam air. Di antara permukaan dan dasar, bisa melayang-layang. Apalagi jika di dasar terlihat karang warna-warni, maka jadilah free diving ini momen yang paling cantik difoto.
Tiga jam keliling sekitar pulau rasanya belum puas. Di sekitar pulau itu juga ada tempat yang layak dikunjungi : Gili Kapal. Ada juga yang menyebutkan Pulau Pasir. Pulau Pasir ini terbentuk di tengah-tengah perairan, berupa tumpukan pasir yang dihempas gelombang. Di satu titik gelombang dari berbagai arah bertemu di satu titik.Titik pertemuan itulah yang menyebabkan terbentuknya pulau baru. Pulau Pasir ini biasanya muncul siang hari dan pada kondi tertentu.
“Kalau pasang nanti tenggelam lagi pulau pasirnya,’’ kata Pak Jef.
Tiga jam berendam membuat energi terkuras. Inilah saat yang paling nikmat, menyantah nasi dengan lauk ikan plus sambel pedas. Ini sensasi lain liburan ke kawasan ini, makan siang di Gili Kondo.
Ketika kami sandar di Gili Kondo, matahari sudah di atas ubun-ubun. Pasir pantai terasa panas. Puluhan wisatawan duduk di berugak (sejenis gazebo) yang dibangun di Gili Kondo. Anak-anak, muda-mudi sibuk mengabadikan diri mereka berpose di plang nama Gili Kondo. Bergaya di pasir putih, dihempas ombak tak lepas dari bidikan kamera. Sementara itu, rombongan kami bertebuh di bawah pohon sambil membuka bekal.
Para wisatawan yang berlibur ke Gili Kondo lebih banyak sekadar duduk-duduk atau mandi di sekitar Gili Kondo. Bukan tempat yang bagus untuk snorkeling. Karang agak jauh. Berbahaya bagi yang baru belajar berenang. Gili Kondo memang lebih banyak dikunjungi untuk tempat kongkow-kongkow. Kadang ada yang camping. Menginap semalam. (*)
No Comment